25 Mei 2012

Perayaan Misteri Iman


Perayaan Misteri Iman
Oleh : Fr. Bernardus Dimas Indragraha

            Pada Kamis Putih, 17 April 2003, Bapa Paus Yohanes Paulus II mengeluarkan ensiklik Ecclesia de Eucharistia (Gereja Hidup dari Ekaristi). Ensiklik ini ditujukan kepada Para Uskup, Imam dan Diakon, Penyandang Hidup Bakti, Pria dan Perempuan, dan Segenap Para Beriman..
            Paus Yohanes Paulus II menulis ensiklik ini untuk menyikapi berbagai keredupan yang terjadi di banyak bagian Gereja mengenai Ekaristi. Keredupan itu antara lain praktek adorasi ekaristi yang hampir terlupakan, penyalahgunaan dan pemiskinan akan makna Ekaristi, penyempitan hakikat sakramental Ekaristi ke soal daya gunanya dalam pewartaan hingga mengabaikan prinsip-prinsip ajaran Katolik, dan aneka praktek Perayaan ekaristi yang berbeda dari disiplin iman Gereja.
            Beberapa poin penting yang dibahas mengenai Ekaristi dalam ensiklik ini adalah mengenai Ekaristi sebagai perayaanMisteri Iman, Ekaristi Membangun Gereja, Sifat Apostolik Ekaristi dan Gereja, Persekutuan Gerejani, dan Bunda Maria “Wanita Ekaristi“. Tulisan ini akan membahas pemikiran Yohanes Paulus II mengenai Ekaristi sebagai perayaan Misteri Iman berdasarkan atas Ensiklik Ecclesia de Eucharistia.

Misteri Iman
            Bapa Suci memandang Ekaristi sebagai suatu pemberian unggulan dari Allah Bapa kepada umat manusia (EdE 11). Hal ini berarti bahwa Ekaristi merupakan pemberian yang lebih berharga dari berbagai pemberian atau karunia lainnya sebab Ekaristi merupakan penyerahan diri, pribadi-Nya sendiri dari kemanusiaan-Nya yang suci demi keselamatan manusia. Dengan demikian, Ekaristi menjadi peringatan sekaligus penghadiran kembali peristiwa sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus.
            Waktu Gereja merayakan Ekaristi terwujudlah peristiwa penyelamatan kita lewat Kurban Kristus. Lewat Ekaristi, kita dimungkinkan untuk ambil bagian dalam kurban tersebut. Dengan mengambil bagian dalam kurban itu, kita mempersembahkan dir mereka sendiri di dalam Kurban Ilahi kepada Bapa. Dengan demikian, umat beriman memperoleh buah dari kurban yang tak kunjung kering. Inilah iman yang dihayati oleh seluruh generasi Kristen sepanjang abad (EdE 13).      
            Selanjutnya, Bapa Suci menegaskan kembali beberapa ajaran iman Gereja tentang Ekaristi. Bapa Suci menegaskan bahwa dalam Ekaristi terjadi penghadiran secara real dalam Ekaristi, yaitu kehadiran Kristus, Allah-Manusia, secara penuh. Kehadiran tersebut terwujud dalam rupa roti dan anggur yang sudah dikonsekrasi atau yang dikenal dengan istilah transubstansiasi. Hal ini sungguh sulit untuk dipahami secara nalar manusia, oleh karena itu Bapa Suci menekankan bahwa Ekaristi adalah misteri iman, misteri yang mengatasi pemahaman manusia dan hanya dapat diterima oleh iman(EdE 14).
            Paus juga mengutip pandangan St. Sirillus dari Yerusalem mengenai perubahan roti dan anggur ini, “Dalam roti dan anggur, janganlah hanya melihat unsur alamiah, sebab Tuhan telah tegas mengatakan bahwa itu adalah tubuh dan darah-Nya: iman memastikan bagimu, kendati indera menunjuk kepada yang lain.” Berbagai upaya untuk memahami perubahan substansi ini dilakukan oleh para teolog, namun Bapa Suci mengakui bahwa masih ada jarak yang tidak bisa dipahami dan hal itu sekali lagi merupakan misteri iman (EdE 14).
            Kurban Ekaristi ini barulah dapat menyelamatkan umat manusia apabila kita mau menyambut tubuh dan darah Tuhan dalam komuni. Dengan memakan Tubuh dan meminum Darah-Nya, kita mengalami kesatuan batin dengan Kristus. Seperti Sabda-Nya, “Barangsiapa makan Tubuh-Ku akan hidup dalam Aku” (Yoh 6:57). Hal ini menunjukkan bahwa Ekaristi adalah sungguh-sungguh perjamuan dan Kristus mempersembahkan diri-Nya sebagai santapan kita.
            Dalam Ekaristi, Yesus Kristus juga mencurahkan Roh-Nya. Kita yang menerima Tubuh dan Darah-Nya tidak hanya dipersatukan dengan Kristus saja tetapi juga menerima karunia roh, sesuai dengan Doa dalam Misale Romawi, “Berilah agar kami yang menerima santapan tubuh dan darah-Nya dipenuhi dengan Roh-Nya sehingga menjadi satu tubuh dan satu roh dalam Kristus.”
            Pada akhirnya, kita juga dipersatukan oleh persekutuan Gereja Surgawi (Bunda Maria dan Para Kudus) dan menjadi bagian dari kawanan besar (EdE 18), yang berseru: “Pujian bagi Tuhan kita yang duduk di atas takhta dan bagi Anakdomba!” (Why 7:10). Ekaristi sejatinya merupakan gambaran sekilas surga yang nampak di bumi. Ekaristi merupakan sinar Yerusalem surgawi yang menembus awan sejarah kita dan menerangi perjalanan kita. Dengan demikian, Ekaristi mendampingi perjalanan hidup manusia selama-lamanya.
            Namun, bukan berarti kita tidak ikut ambil bagian dalam dinamika kehidupan di dunia. Sri Paus sangat menekankan pentingnya peran serta kita dalam kehidupan dunia, terutama dalam menciptakan perdamaian dan solidaritas yang tangguh, membela hidup manusia, dan membantu mereka yang lemah, miskin, dan tidak berdaya. Tugas umat Kristen adalah memberikan kontribusi dalam cahaya Injil untuk membangun dunia yang lebih humanis, suatu dunia yang secara penuh berharmoni dengan rencana Allah (EdE 20)
           
Merayakan Misteri Iman Bersama Maria
            Bagi Yohanes Paulus II, Maria adalah “Wanita Ekaristi” karena dia telah mempersembahkan rahim perawannya kepada Penjelmaan Sabda Allah. Maria adalah orang yang membantu kita untuk memahami misteri iman yang begitu hebat ini karena Maria telah terlebih dahulu menerima YEsus dalam dirinya. Kitapun pada saat ini menerima Yesus juga melalui perayaan Ekaristi. Untuk itu, Maria menjadi teladan yang tepat bagi umat beriman dalam Merayakan Misteri Iman.
            Dalam ensiklik ini, Paus Yohanes Paulus II menceritakan pengalamannya ketika memimpin perayaan Ekaristi pertama kalinya, pada Tanggal 2 November 1946 di Krakow (EdE 59). Paus begitu terpukau oleh permenungan atas hosti dan piala. Bagi beliau, pada saat itu waktu dan ruang seolah “melebur” dan drama Golgota dihadirkan hidup-hidup. Sejak pengalaman itu, Beliau mampu untuk mengenal kembali roti dan anggur yang terkonsekrasi dalam diri Yesus, sang Pelintas dalam perjalanan ke Emaus, yang bergabung dan membuka mata dan hati mereka untuk mengobarkan semangat mereka dalam pengharapan baru (Luk 24:13-35).
            Misteri iman yang dirayakan dalam Perayaan Ekaristi menjadi kekuatan bagi Gereja, dalam menempuh perjalanan hidup kristiani. Kehadiran kembali Kristus dalam perayaan Ekaristi menjadi tanda bahwa Yesus senantiasa terlibat dalam perjalanan sejarah manusia. Hanya saja, misteri iman ini masih belum dihayati dan dialami sepenuhnya sehingga manusia masih jatuh dalam penyempitan makna akan Ekaristi. Untuk itulah, pada akhir ensiklik, Sri Paus mengajak umat beriman untuk mau meneladani Maria yang tersuci, tempat misteri Ekaristi menampakkan diri sebagai misteri terang (EdE 62).