25 Mei 2012

Pengalaman Akan Allah

PENGALAMAN AKAN ALLAH BERSAMA UMAT CILINCING
Oleh: Fr.Vincentius Budi Nahiba
                       

            Tak terasa hampir sembilan bulan saya sudah mencicipi pengalaman berpastoral (asistensi weekend) di Paroki Salib Suci,Cilincing. Banyak pengalaman suka, duka, sedih, dan senang yang saya alami selama berpastoral di sana. Saya teringat sewaktu hendak bertugas pertama kali di Cilincing. Di tengah jalan, dalam Metromini 07 (Senen-Semper), saya mengalami kecopetan. Seluruh uang dan berbagai surat penting hilang. Hanya tersisa uang dua ribu perak dalam kantong celana. Dengan uang dua ribu perak tersebut, saya melanjutkan perjalanan dengan menaiki metromini lagi ke paroki. Begitu saya sampai di Gereja, saya menceritakan pengalaman kecopetan ini kepada Romo Paroki, Rm. Wahyu,CM.  Beliau mengucapkan ”Welcome to jungle, welcome to Salib Suci.”
            Pengalaman kecopetan itu merupakan ’inisiasi’ untuk memulai proses belajar berpastoral di Paroki Salib Suci. Paroki ini digembalakan oleh para pastor dari Congregatio Missio (CM) yang mempunyai semangat pelayanan dan kepedulian kepada orang miskin sesuai dengan kharisma pendiri Tarekat Misi ini–Santo Vincentius de Paulo. Hal ini tercermin dalam visi dan misi paroki yaitu : “Evangelizare Pauperibu Misit Me”- Aku diutus mewartakan Kabar Baik kepada Orang Miskin (Lukas 4:18). Oleh sebab itu, Paroki Salib Suci mempunyai corak khas dalam karya sosial yang sangat berbeda dengan paroki lain di Jakarta.
Di sana terdapat beberapa karya sosial yang dikelola oleh paroki (Atmabrata, Magdalena Group, Lumba-lumba) dan beberapa karya sosial lain yang dikelola oleh Tarekat biarawati (Suster OSF, Suster Putri Kasih, dan Suster Alma). Karya-karya sosial ini berkarya untuk melayani umat miskin, seperti pelayanan kesehatan, bimbingan belajar, orang cacat, dan pelatihan. Pelayanan karya sosial paroki ini tidak hanya melayani umat Katolik saja yang membutuhkan tetapi juga melayani masyarakat Cilincing yang non-Katolik seperti kaum nelayan, pemulung, buruh, dll.

Bersentuhan dengan Paguyuban Umat Beriman
            Dalam kuliah Eklesiologi semester yang lalu, saya sering mendengar kata Paguyuban umat Beriman. Ternyata di paroki ini Paguyuban umat beriman diejawantahkan dalam kegiatan paroki yang dijalankan oleh umat beriman. Ketika saya memulai bertugas, umat Salib Suci sedang mempersiapkan diri untuk merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) Paroki Salib Suci (PSS) yang ke-34. Berbagai pertandingan dan perlombaan diadakan dalam rangka menyambut HUT paroki, seperti pertandingan olahraga antar wilayah (PSS CUP) untuk orang muda Katolik, perlombaan menggambar dan mewarnai untuk anak-anak bina iman, lomba kebersihan antar wilayah, bazaar, misa syukur, dan pesta rakyat. Dalam pesta rakyat, setiap lingkungan membawa makanan yang kemudian dibagikan secara bersama-sama untuk seluruh umat yang hadir. Rangkaian acara pesta syukur ini juga merupakan acara perpisahan dengan Pastor Paroki yang lama, yaitu Rm. Antonius Wahyuliana, CM.
Salah satu pengalaman yang paling berkesan dalam acara HUT Paroki adalah ketika saya ditunjuk oleh panitia menjadi Juri dalam lomba kebersihan antar wilayah se-paroki. Saya melihat sendiri, umat setiap wilayah membawa peralatan kebersihan, seperti sekop, sapu lidi, kemoceng, dan segala perlengkapan kebersihan ke kompleks gereja. Baik anak-anak, remaja, dewasa, bapak-bapak, ibu-ibu, kakek nenek berpartisipasi aktif dalam kegiatan lomba kebersihan. Setiap wilayah berlomba-lomba membersihkan area/daerah yang sudah ditetapkan oleh panitia. Mereka bekerja dengan penuh keceriaan dan kegembiraan. Seluruh umat bersatu dalam membersihkan kompleks gereja, baik dari kalangan umat yang mampu maupun yang sederhana bersatu-padu dalam wilayahnya masing-masing. Tercatat lebih dari 500 orang terlibat aktif membersihkan gereja.
Gereja milik bersama, itulah paguyuban umat beriman. Gereja bukan menjadi suatu hirarki saja, seluruh umat bersama pastor berperan aktif dalam kepedulian akan Gereja. Ini merupakan pengalaman pertama kali saya melihat begitu besar antusias partisipasi umat paroki dalam kegiatan bersama untuk memperhatikan lingkungan Gereja. Sekarang ini, di Jakarta, cukup sulit untuk menghimpun atau mengajak umat untuk berpartisipasi dalam membersihkan Gereja. Pengalaman umat Cilincing yang mempunyai sense of belonging dalam kehidupan Gereja itu menyadarkan diri saya bahwa saya sebagai calon imam KAJ perlu mempunyai rasa sense of belonging  kepada umat beriman.

Hadiah Natal Terindah
            Ada satu pengalaman berpastoral yang sangat meneguhkan panggilan saya sebagai calon imam KAJ yaitu ketika saya membagikan komuni suci kepada seorang ibu muda yang sedang terbaring sakit pada Hari Natal. Awalnya ada seorang bapak muda (hanya punya satu tangan) datang ke pastoran untuk bertemu dengan pastor paroki setengah jam sebelum Misa Malam Natal dimulai. Bapak tersebut melaporkan kepada romo bahwa isterinya sedang hamil tua dan sakit sehingga ia tidak bisa pergi ke gereja selama tiga minggu belakangan ini. Bapak tersebut memohon berkat air suci dan meminta agar dikirimkan komuni suci kepada istrinya. Romo mengatakan bahwa dia akan mengutus prodiakon untuk membagi komuni. Akan tetapi, prodiakon yang bertugas di wilayah Marunda Ujung tersebut sedang berhalangan. Mendengar hal itu, saya menawarkan diri kepada romo untuk membagikan komuni suci pada Hari Natal kepada ibu yang sedang sakit tersebut. Keesokan harinya, pada hari Natal siang, saya mengunjungi keluarga tersebut. Ketika saya sampai di sana, mereka menyambut saya  dengan penuh sukacita. Dari pengalaman tersebut, saya merasa Tuhan meneguhkan panggilan melalui perjumpaan dengan keluarga yang sangat sederhana ini. Pengalaman  berkunjung pada hari Natal dan membagi komuni suci kepada ibu yang sakit ini merupakan hadiah Natal yang terindah dari Tuhan kepada saya.

Peduli kepada orang kecil
            Ketika saya mengadakan kunjungan umat di lingkungan atau berbincang-bincang dengan umat setelah misa, saya sering berjumpa dengan umat yang mengalami kesulitan hidup. Ada umat yang mengeluh bahwa dia mengalami kesulitan dalam membeli susu untuk anaknya yang sakit, ada pula yang bercerita bahwa dia mengalami kesulitan untuk membayar uang sekolah dan uang kontrakan. Dalam hati, saya merasa sangat kasihan dan sedih dengan penderitaan umat tersebut. Terpikir oleh saya, apa yang bisa saya lakukan untuk mereka. Apakah saya harus menjadi seorang Sinterklas yang bisa membantu secara instan untuk meringan hidup mereka? Hal ini menjadi pergulatan hidup saya selama berasistensi di sana.
            Dalam pergulatan ini, saya teringat akan wejangan rohani dari Bapak Kardinal Julius Darmaatmaja dalam  retret akhir tahun para frater. Beliau berpesan agar jika kami melihat dan bersentuhan secara langsung dengan orang miskin di tengah jalan atau berjumpa dengan mereka, kita sebagai calon rohaniwan harus mendoakan mereka karena Allah hadir ditengah mereka. Dengan mendoakan mereka, kita mempunyai rasa empati dan simpati kepada orang kecil, lemah, dan tertindas. Pengalaman bertemu dengan pergulatan umat itu saya bawa dalam doa pribadi dan disatukan dalam korban Ekaristi yang kami rayakan setiap hari di seminari.  `Yesus hadir ditengah orang miskin` kata Bunda Teresa.

Refleksi
            Ketika saya mendapatkan tugas perutusan untuk berasistensi di Cilincing (pinggiran Utara Jakarta), saya sebenarnya agak kaget dan tidak mempunyai gambaran tentang paroki ini. Walaupun, saya sendiri berasal dari paroki dekenat Jakarta Utara (dekat daerah pusat bisnis). Saya bersyukur kepada Allah Bapa yang Mahabaik, karena selama di sana, saya merasa Tuhan selalu membimbing dan membentuk diri saya sebagai calon imam Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). Sentuhan tangan Tuhan ini nyata saat menghadapi segala realitas kemiskinan, belajar hidup komunitas bersama para pastor CM (bersama Rm. Eko, CM dan Rm. Bani, CM serta frater Topper Fr.Wiwid, CM) dan mengalami Kasih Allah melalui pagayuban umat beriman di paroki ini. Saya pun diteguhkan dalam iman dan harapan lewat pengalaman kunjungan umat, pendampingan Legio Maria yunior, serta pengajaran anak-anak bina iman.
Paroki Salib Suci merupakan kawah candradimuka formasi panggilan sebagai calon imam KAJ. Di sana saya mengenal kenyataan akan ’Pengalaman akan Allah’ secara nyata dalam interaksi dengan umat beriman yang sederhana dan kecil namun mempunyai semangat untuk melayani Allah dengan tulus hati.