02 Desember 2007

KRONOLOGI PENUTUPAN GEREJA DAMAI KRISTUS PAROKI KAMPUNG DURI Date: 24 Nov 2007 17:58 Subject: Kampung Duri KRONOLOGI PERISTIWA PENUTUPAN GEREJA DAMAI KRISTUS PAROKI KAMPUNG DURI
Hari Senin, Tgl 19 November 2007 Pihak kelurahan mengundang Pastor dan pengurus gereja, meminta klarifikasi mengenai isuue yang beredar di massyarakat bahwa akan ada pembangunan gereja Damai. Dalam undangan kami diminta untuk membawa surat Izin mendirikan Bangunan dan surat keterangan tidak sengketa. Menanggapi undangan tersebut : Pada hari senin, 19 nov 2007 jam 13.00 Pihak gereja yang diwakili beberapa pengurus dewan dan tokoh umat menjelaskan kepada pihak kelurahan, bahwa : Sesuai dengan IMB yang diperoleh, pihak gereja akan mendirikan rumah tinggal, BUKAN gedung gereja. Pihak kelurahan ( Sekretaris kelurahan, trantib, Bimas, ****nsa) menerima penjelasan tersebut dan tidak mempermasalahkan hal ini lagi. Mereka mempersilahkan kegiatan pembangunan yang direncanakan berjalan
Hari Rabu, tgl 21 November 2007 Pihak kelurahan dan polsek memanggil pengurus gereja secara lisan. Pertemuan di kelurahan tersebut dihadiri oleh Bpk. Abdul Chalik - Lurah duri selatan, pengurus Gereja ( Bpk. Anton Corebima dan Bpk. Frans Susanto) Bimas kelurahan Duri Selatan, Intel dari Polres ( Bpk. Charles ) & Kapolsek Metro Tambora Pertemuan tersebut memberitahukan kepada pengurus Gereja, bahwa akan ada orasi damai kepada Gereja Damai, dengan tuntutan : - Pembangunan gereja terselubung dihentikan - Penggunaan aula yayasan Bunda Hati Kudus menyalahi SK gubernur tahun 1998. - Informasi kedatangan uskup dan peletakan batu pertama pembangunan gedung gereja Menanggapi tuntutan tersebut, kami menjelaskan dan dicapai kesepakatan bahwa : - Peletakan batu pertama ditiadakan, dan kegiatan pembangunan rumah tinggal ditunda sd setelah hari natal 25 desember 2007. - Kegiatan yang berbau pesta dan mengundang sorotan massyarakat disederhanakan. - Tidak ada kunjungan uskup

Hari kamis, tgl 22 November 2007 Jam 14.00 pihak gereja diundang oleh pihak kecamatan. Pertemuan ini dihadiri oleh wakil dari pengurus Gereja ( Bpk. Anton Corebima, Bpk. Frans Sutanto ), Camat Tambora Bpk. Yanto Sattiar, Bimas Duri Selatan (Bpk Agus), ****nsa (Bpk. Samsudin, P2B Kecamatan, Danramil dan Kapolsek. Dalam pertemuan tersebut, sekali lagi pihak kecamatan menginformasikan bahwa akan ada orasi damai dengan tuntutan spt tersebut diatas. Sekali lagi pihak gereja dimintai penjelasan mengenai hal tersebut, dan akhirnya pihak gereja menjelaskan, bahwa : - Pembangunan yang direncanakan adalah untuk rumah tinggal bukan gedung gereja - Mengenai penggunaan aula serba guna sejak tahun 1968 sudah digunakan sebagai tempat ibadah, karena tidak ada lagi sarana lain yang dapat digunakan / disediakan oleh pemerintah. Pada akhirnya pertemuan tersebut memutuskan bahwa pembangunan rumah tinggal ditunda sementara sampai suasana kondusif. Mengenai acara peletakan batu pertama ditiadakan. Setelah pertemuan di kecamatan, pihak gereja diundang oleh Bpk. Kompol Yacob Dedi Karyawan Sik – Kapolsek Metro Tambora untuk menghadiri pertemuan di kantor Polsek Tambora. Pertemuan dihadiri oleh pengurus gereja ( Bpk. Anton Corebima, Bpk. Frans ) dan Bpk. Kompol Yacob Dedi Karyawan Sik. Dalam pertemuan ini Kapolsek memberi pesan agar berpikir dan bertindak cerdas demi kepentingan umat. Pada jam 24.00 WIB pihak kepolisian ( Kasat intel Polres Jakarta Barat, Bpk. Charles Situmorang, Bpk. Limbong dkk) Bpk Agus -Bimas Duri Selatan, Bpk. Samsudin - ****nsa Duri Selatan datang ke pastoran memberi kabar bahwa orasi damai esok hari pasti akan berlangsung dan memonitor perkembangan wilayah.

Hari Jumat, tgl 23 November 2007 Sejak pagi hari, pihak kepolisian sudah mengirim aparat untuk berjaga-jaga di kompleks sekolah / gereja Damai. Sekitar jam 12.00 Pihak kepolisian memberikan surat ijin tertulis tentang akan adanya orasi damai. Sekitar jam 13.00 setelah sholat jumat, sekitar 75 orang berjalan dari mesjid Al Maulana menuju Gereja Damai sambil membawa poster, dan berteriak-teriak ALLAHU AKBAR. Sesampai di depan pintu gerbang sekolah mereka ber-orasi, dengan tuntutan : - SK Gubernus Sutiyoso mengenai peruntukan aula serba guna ditaati - Menghentikan segala kegiatan ibadah yang selama ini berlangsung Setelah melakukan orasi, pihak para demonstran mengirim utusan untuk berbicara kepada pengurus gereja.sekitar 15 orang memasuki Pastoran sebagai perwakilan Sekitar jam 14.00 pertemuan di Pastoran dimulai Pihak demonstran diwakili oleh H. Thoni , H. Komaruddin , H. Muharol, Ustad Sidiq (FPI), Ustad Subandi, Uztad Ucuk Saefudin, akbar Syah Alam, Fuad Satibi dan rombongan yang mengenakan sorban putih. Dari unsur pemerintah dihadiri oleh Bapak Drs. Yanto Satyar MM – camat Tambora, wakil camat Tambora, Bpk. Abdul Chalik – Lurah Duri Selatan dan beberapa pengurus kelurahan. Dari unsur kepolisian : Kombes Pol Dr. Iza Fadri Sik, SH, MH – Kapolres Jakarta barat, Bpk. Kompol Yacob Dedy Karyawan Sik – Kapolsek Metro Tambora, Kasat Intel Polres Jakarta Barat, Bpk. Charles Sitomorang (Intel Polres Jakarta Barat), Bapak Limbong (Intel Polsek Tambora), Bpk. Samsyudin (****nsa Duri Selatan), Bpk. Agus (Bimas Duri Selatan) dan puluhan polisi yang berjaga di luar. Dari pihak Gereja : Romo Matius Widyolestari, MSC (Pastor Paroki), Romo Jus Mawengkang, MSC (Komisi JPIC MSC Indonesia), Bapak Anton Corebima (Ketua Panitia Pembangunan Gereja), Bapak Ignatius Rudy Pratikno SH (FKUB DKI) dan pengurus Dewan Paroki lainnya. Suasana sangat menegangkan dan mencekam karena dari pihak para pendemo yang menamakan diri sebagai Forum Kerjasama Masjid - Musholla dan Majlis Ta'lim sekelurahan Duri Selatan. Kemudian mereka mengajukan pernyataan yang intinya meminta supaya kegiatan peribadatan dihentikan dan ditutup untuk selamanya. Mereka memaksa kami untuk menerima, menandatangani, menyetujui pernyataan sikap tersebut, dengan ancaman apabila tidak ditandatangani dan ibadat tidak dihentikan, mereka akan memberlakukan Hukum Rimba, dan tidak bertanggung jawab bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.Juga mereka memaksa kami untuk menurunkan atribut-atribut keagamaan yang berada di tempat yang kami gunakan untuk menjalankan ibadat. Kami menolak menandatangani pernyataan sikap tersebut ataupun menurunkan atribut-atribut keagamaan kami. Apabila hendak menghentikan kegiatan peribadatan kami, kami minta agar secara resmi Walikotamadya Jakarta Barat memberikan surat penghentian kepada kami. Penolakan kami ini disaksikan pula oleh Kapolres Jakarta Barat, Kapolsek Metro Tambora, Camat Tambora dan Lurah Duri Selatan. Akhirnya mereka meninggalkan kami Pastoran dengan pesan apabila tetap menjalankan ibadat, mereka tidak bertanggungjawab. Sepeninggal mereka beberapa saat kemudian kami menerima surat dari Camat Tambora yang memutuskan untuk menghentikan kegiatan gereja.

Kampung Duri – Damai Kristus, 23 November 2007 jam 21:30 Rm. M. Widyolestari MSC - Kampung Duri

05 Oktober 2007

Cikal Bakal Imam Diosesan Jakarta

(Bagian Ketiga dari Beberapa Tulisan)

Mgr. Petrus Willekens, SJ (1934—1952)-Vikaris Apostolik

Mgr. Adrianus Djajasepoetra, SJ (1953 – 1961)-Vikaris Apostolik

Pada 23 Juli 1934, Pastor Petrus Willekens, SJ diangkat sebagai Vikaris Apostolik VII oleh Paus Pius XI dan ditahbiskan menjadi Uskup di Katedral pada 3 Oktober 1934.[1] Di tengah masa kepemimpinannya beliau mengalami masa pendudukan Jepang.

Pada bulan 1941, Pemerintah Hindia Belanda mendapatkan tekanan berat dari Jepang agar mau bergabung dengan Wilayah Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Selain itu, tanggal 14 Mei 1941, Jepang mengirimkan sebuah ultimatum kepada pemerintah Hindia Belanda agar pengaruh dan kehadiran Jepang dibiarkan di wilayah ini. Namun, tanggal 6 Juni 1941, perundingan antara Belanda dan Jepang ini gagal. Pemerintah Hindia Belanda menjawab bahwa tidak akan ada konsesi yang akan diberikan kepada Jepang. (Lih. Indonesia: Era Jepang. Wikipedia Indonesia Website, 2006).

Hingga akhirnya, Jepang mulai menjajah pulau Indonesia dan berusaha merebut kekuasaan yang dimiliki Belanda pada bulan Februari 1942. Jepang mulai mengebom beberapa pulau di Indonesia, termasuk Batavia (9 Februari 1942).

Ketika Belanda menyerah, pasca April 1942, banyak orang Belanda diintenir pasukan Jepang, termasuk pastor, bruder, dan suster. Mereka dikirim ke kamp interniran Jepang. Sekitar bulan Agustus 1943, Jepang mulai mengambil alih perkebunan gula untuk menguasai produksi gula. Para manajer Eropa dikirim ke kamp interniran.

Berkat kelihaiannya mengangkat diri sebagai ‘Wakil Paus’, Mgr Willekens bersama sekretarisnya Pastor L. Zwaans, SJ tidak turut diintenir sehingga dapat memberikan pelayanan kepada umatnya. Tanpa memperhitungkan bahaya bagi dirinya, ia sering menghadapi para pembesar untuk membela hak asasi manusia.

Pada masa pendudukan Jepang ini, Mgr. Willekens mengusahakan agar rumah sakit dan sekolah-sekolah Katolik untuk tetap beroperasi dan tetap melayani umat Katolik. Situasi semacam ini menyebabkan gerak para imam Belanda terbatas dalam melayani umat di Batavia dan melihat adanya kebutuhan akan imam-imam (baru) pribumi di Jakarta.



[1] Dikutip dari artikel Para Gembala, Katedral Jakarta Website, 2006.

CERPEN: Yayan Dapat Kerja di Jakarta

Oleh: Fr. Julius Simanjuntak

Hari itu, matahari sangat terik. Di suatu perempatan jalan ibukota yang ramai, berdirilah seorang pria kurus, berambut hitam keriting. Wajahnya menunjukkan kelesuan dan rambutnya pun acak-acakan. Kulit pria itu terlihat kehitam-hitaman karena terbakar sinar matahari. Semua orang yang melihatnya mungkin akan setuju bahwa penampilannya sangat tidak menarik. Pakaiannya kumuh, ada bekas jahitan hampir di setiap bagian bajunya. Tubuhnya pun dipenuhi bekas luka di sana-sini. Di sekitar luka-luka itu, banyak lalat berterbangan, tetapi pria itu tampaknya tidak peduli. Orang-orang di sekitarnya pun tidak peduli dengan kehadiran pria ini.

Di sebelahnya, berdiri juga seorang pria yang kali ini agak rapi penampilannya. Rambutnya tergeletak rapi tersusun di atas kepalanya. Wajahnya tampan seperti bintang film Hollywood. Kulitnya yang bersih dan terawat juga menjadi daya tarik pria ini. Kegagahan itulah yang membuat wanita-wanita tidak segan-segan mengarahkan mata mereka ketika lewat di sebelah pria ini.

“Mas, tolong mas, saya lapar”, kata pria kumuh itu kepada pria tampan di sampingnya. Tetapi, pria tampan itu tidak menggubrisnya. Sekali lagi pria kumuh itu mengatakan hal yang sama, tetapi kali ini dengan suara yang cukup lantang. Pria itu tersentak kaget dan melotot ke arah pria kumuh yang ada di sampingnya.

Eh, kumuh, nyolot loe, apa loe cari masalah?” jawab pria tampan itu kepadanya.

“Maaf mas, saya lapar nih

“ Lapar, lapar, loe kira gue bokap loe, emak loe. Emangnya loe siape?”

Mendengar perkataan itu, pria kumuh itu pun menundukkan kepalanya dan segera bergegas pergi dengan tertatih-tatih. Jalannya sempoyongan. Untuk melangkahkan kaki saja, rasanya amat berat. Dalam hati ia pun berkata,

Ah, emang hidup di Jakarta itu berat, cari makan aja susah. Banyak orang ga peduli lagi. Egois banget tuh orang. Pelit dan kurang ajar lagi.”

Di tempat lain, pria tampan itu segera melangkahkan kakinya ke dalam mobil. Seorang wanita yang cantik dan menawan ternyata telah menunggunya.

“Ndi, tadi itu siapa. Kok kamu teriak-teriak gitu sih. Kenapa nggak dikasih aja?”

“Ri, gimana aku mau ngasih. Tuh orang nyolot banget. Aku nggak suka dengan caranya minta-minta. Ya udahlah, Papi dan Mamiku udah menunggu di rumah. Kita harus cepat-cepat sampai”.

Trus, gimana buah titipanku. Udah dibeli belum?”

Udah, tenang aja. Tadi aku taruh di bagasi.” Lelaki itu segera menjalankan mobilnya, tetapi dengan muka yang muram. Wanita di sampingnya pun ikut terdiam setelah melihat sosok wajah yang tegang itu.

Lelaki kumuh itu melihat mobil itu melaju dengan cepat. Ia berkata di dalam hati, sambil mengumpat-umpat, “Dasar loe orang kaya pelit, egois, ga punya hati”.

Ketika ia sedang berjalan, terlihat olehnya suatu rumah makan yang cukup besar. Rumah makan itu terletak persis di pinggir jalan. Di dalam pikirannya sudah terbesit suatu mimpi bahwa kali ini pasti ia akan mendapat makanan. Tetapi, tiba-tiba mukanya menjadi merana dan lesu kembali ketika melihat seorang satpam yang berdiri di lapangan parkir. Satpam itu melihat dengan tatapan yang sangat tidak bersahabat.

Ngapain kamu liat-liat. Di sini tidak menerima permintaan sumbangan. Makanya kerja dong biar dapat duit. Jangan minta-minta melulu.”

Nggak kok, gue hanya ngeliat aja,” kata pria kumuh itu dengan wajah yang meringis. Di dalam hatinya ia berkata,

Ah, lagi-lagi aku ga dapat makan. Tuhan, kapan Engkau beri aku makan?”

Pria kumuh itu kembali berjalan dengan tenaga yang semakin lemah. Di kejauhan, ia melihat suatu perempatan lampu merah yang sedang mengalami kemacetan karena terjadi kerusakan lampu. Ia melihat ada banyak orang mengatur lalu lintas. Semakin ia mendekat, semakin ia yakin bahwa kali ini pasti ia akan mendapat makanan. Kalau mujur, ia bisa dapat duit lebih. Ketika sudah sampai di perempatan itu, ia melihat ke kiri dan ke kanan.

Nah, orang itu mungkin mandornya mereka. Semoga saja mandornya cukup baik dan aku dapat duit lebih”

“Permisi bos, boleh saya bantu kerjaannya.”

Emangnya loe bisa apa?” jawab Bang Jajal yang memang sudah lama menguasai perempatan lampu merah itu. Bang Jajal berbadan tegap dan mempunyai kumis di wajahnya. Ia senantiasa berada di jalanan sehingga tidak mengherankan kalau kulitnya hitam terbakar terik matahari. Bang Jajal sebenarnya tidak terlalu tinggi, tetapi badannya yang kekar itu membuat orang segan untuk berurusan dengannya. Ia mempunyai seorang istri yang bernama Sarimah. Sudah tiga tahun mereka menikah tetapi masih belum punya anak. Bang Jajal sebenarnya bingung apakah dia atau istrinya yang mandul. Terkadang, ada godaan di dalam diri Bang Jajal untuk menceraikan istrinya itu. Tetapi, niat itu tidak pernah terpenuhi karena ia amat mencintai istrinya, Sarimah. Lagipula, Sarimah adalah istri yang setia dan tekun bekerja di rumah. Ia dulu bekerja di suatu pelacuran di daerah utara Jakarta. Setelah menikah dengan Bang Jajal, Sarimah menghentikan pekerjaan lamanya itu dan bekerja dari rumah ke rumah untuk mencuci pakaian.

Pria kumuh itu mencoba meyakinkan Bang Jajal dengan berkata,

Yah, kalau hanya mengatur lalu lintas, saya bisa, Bos.”

“Badan loe lemas gitu, apa bisa berdiri lama? Entar malah jadi urusan lagi. Gue nggak mau repot.”

Ah, bos. Saya mah tidak akan ngerepotin bos. Tenang aja”, jawab pria kumuh dengan wajah yang meyakinkan.

Ah, kasihan juga nih orang. Kayaknya udah kelaparan. Ya udahlah, aku lihat dulu sebatas mana kemampuannya,” kata sang mandor di dalam hatinya.

Ya udah, loe kerja sana. Ingat, jangan macam-macam, jangan nipu kita, apalagi korupsi kayak pejabat-pejabat,” kata sang mandor dengan suara lantang. Sepertinya, ia dengan terpaksa untuk menerima bantuan pria kumuh itu.

Wah, terima kasih banyak bos atas bantuannya. Tenang aja, saya nggak akan macam-macam. Saya ini orangnya jujur kok,” jawab pria kumuh itu dengan muka yang gembira. Di dalam hatinya, terbesit pikiran,

Ah, kali ini emang Tuhan baik ama saya. Pasti dapat makan dan duit.”

Woi Joe,” teriak mandor itu kepada anak buahnya yang sedang mengatur lalu lintas. Joe, panggilan akrab teman-temannya. Ia adalah anak buah kesayangan Bang Jajal. Joe itu berbadan kurus kerempeng, berkulit putih. Rambutnya kelihatan acak-acakan. Pakaiannya cukup rapi dibandingkan anak jalanan lainnya. Ia sebenarnya belum pantas untuk mendapatkan Kartu Tanda Penduduk Jakarta, tetapi wajahnya kelihatan sudah matang oleh berbagai pengalaman di jalanan. Melihat wajahnya, petugas kelurahan percaya kepadanya, apalagi setelah melihat kartu kelahiran Joe yang sebenarnya palsu itu. Di kartu kelahiran itu tertulis Johanes Agus Sasono. Anak dari Kartika Sari. Tidak ada nama ayah yang tertulis. Nama ibu itu pun sebenarnya adalah nama yang dikarang ketika membuat akta kelahiran palsu. Joe ikut dalam kartu keluarga Bang Jajal. Dulunya, ia adalah anak dari panti asuhan yang cukup terkenal di jalan Kramat. Ia tidak betah tinggal di tempat itu dan memilih untuk melarikan diri. Melihat anak itu, Bang Jajal tergerak hatinya, lalu mengangkat Joe sebagai anak buah kesayangannya.

Ya bos, ada apa?” jawab Joe dengan nafas terengah-engah karena kelelahan bekerja.

Dengan tegas, sang mandor memerintahkan anak buahnya itu,

Nih ada orang baru, tolong diajarin cara kerjanya. Jangan sampai ngerusak suasana.”

“Siap bos,” jawab Joe kepada Bang Jajal dengan tangan bersikap hormat seperti seorang polisi menghormati atasannya.

Woi, ayo kita segera kerja. Loe kerja di bagian sana,” kata Joe kepada pria kumuh itu. Ia menunjuk sebuah tempat di sebelah kanannya.

Loe berdiri di situ. Ntar, gue kasih tanda ke loe. Itu berarti mobil dari arah sana boleh jalan. Ngerti ga loe.”

Iya Bang Joe, saya ngerti.”

Mereka pun bekerja sampai malam hari. Kira-kira pukul 7 malam, mereka segera menuju ke warteg “Mari Mampir” untuk makan malam. Di tempat itu juga mereka membagi hasil pekerjaan sebagai “polisi cepek”. Si pria kumuh itu, Yayan namanya. Wajahnya sekarang terlihat berseri-seri sambil memegang perutnya yang sudah menggembung.

Ah, hari ini emang aku beruntung ketemu orang baik. Udah gitu dapat duit lagi. Besok aku kerja di sini saja.”

Setelah selesai makan dan membagi hasil, mereka segera pergi ke tempat tinggal masing-masing. Joe dan Bang Jajal tinggal di dalam satu rumah dengan Sarimah. Yayan, pria kumuh itu kembali mengerutkan dahinya dan berkata dalam hatinya,

Nah, sekarang aku mau tidur di mana yah?”

Malam itu ia tidur di depan sebuah toko di pinggir jalan dengan beralaskan selembar koran. Suara bising kendaraan berlalu begitu saja di telinganya. Ia tertidur dengan begitu lelap. Wajahnya tersenyum seolah-olah menampakkan seseorang yang telah mendapatkan hadiah yang amat besar.

HISTORIA DOMUS

26 Mei 2007

Hari ini merupakan hari yang bersejarah bagi Gereja Katolik di Jakarta, karena hari merupakan perayaan puncak 200 tahun gereja di Jakarta. Walaupun dalam masa minggu tenang untuk menghadapi ujian semesteran tapi kami tetap mengambil bagian dari perayaan ini sebagai Misdinar dan Koster. Dapat sedikit berbangga hati karena kami bertugas bersama para Uskup se-Indonesia dan moga-moga salah satu dari kami dapat menggantikan mereka. Amin.

31 Mei – 8 Juni 2007

Tolong jangan pada ribut! Kami sedang menghadapi ujian semesteran. Dengan semangat 45 kami belajar hingga pagi dan mengerjakan ujian dengan sebaik-baiknya. Tapi hati-hati jangan sampai masuk angin ya.

9-16 Juni 2007

Setelah belajar dan berkegiatan selama setahun saatnya para frater menarik diri (retret) untuk mendapatkan siraman rohani. Para frater tingkat I dan II mendapatkan siraman rohani dari Rm. Bono,Pr di Ambarawa dan tingkat III dan IV mendapatkan siraman rohani dari Rm. Agung, MSF di Parakan. Ingat bawa jaket karena udara dingin tetapi yang pasti bawalah hati yang tulus dalam mengikuti retret.

20-22 Juni 2007

wah...wah...wah pada mau kemana nih, koq pada sumringah? Jelas kami semua ingin ke Carita dan berekreasi bersama. Dengan segala keceriaan dan kebersamaan kami mengikuti kegiatan yang telah direncanakan oleh Fr. Angga dkk (frater tingkat III). Memang ada satu acara yang membuat kami kecewa, karena ternyata ketika kami snockling ternyata bukan taman laut yang kami temui melainkan pemakaman laut (kumpulan karang yang sudah mati). Indah memang tetapi harus dilihat dengan sedikit imajinasi. Selain rekreasi yang sangat ditunggu-tunggu ialah tugas perutusan yang akan diserahkan oleh Pater Rektor.

25 Juni – 1 Juli 2007

setelah berekreasi ternyata para frater sudah ditunggu oleh Rm. Sulist, Pr dan teman-teman dengan kursus Disaster Management. Kursus ini diadakan di dua tempat pertama di Wisma tercinta dan dilanjutkan di Lido. Disini kita diajarkan juga bagaimana berjejaring dalam menghadapi kejadian-kejadian alam. Semoga saja para frater setelah mengikuti kursus ini tidak menjadi Disaster itu sendiri he..he..he...

2 – 30 Juli 2007

loh...loh koq sepi! Jelas sekarang para frater sedang liburan bersama keluarga dirumah. Tapi ingat pada tanggal 6 juli kita kembali ke wisma untuk menghadiri pelantikan lektor dan akolit saudara kita yang akan TOP yaitu Fr. Aldo dan Fr. Yakin. Para frater yang dilantik akan menjalankan masa TOP di Wacana Bhakti dan Kolese Gonzaga.

1 Agustus 2007

kembali ke asal. Setelah berlibur bersama keluarga akhirnya para frater kembali lagi ke wisma tercinta. Ternyata ada anggota komunitas baru yaitu Fr. Anast dan Fr. Purboyo yang dengan semangat baru siap untuk memasuki dunia para filsuf dan teolog. Tapi tetap tenang karena kuliah baru dimulai tanggal 20 Agustus 2007

8 Agustus 2007

jika diluar wisma Adang dan Fauzi Bowo bertarung memperebutkan DKI 1, didalam situasi juga cukup panas adanya pemilihan Bidum dengan calon para frater tingkat III yang akhirnya, dengan perhitungan yang panjang, Fr. Nugroho terpilih menjadi Bidum dan didampingi oleh Fr. Indra (tingkat II) sebagai Wabidum. Selamat ya semoga semakin membuat komunitas Cempaka semakin berwarna.

15 – 16 Agustus 2007

pada tanggal 15 Agustus, tiga diakon kita, Fr. Harry, Fr. Treka dan Fr. Kokoh, ditahbiskan bersama dengan 5 diakon Xaverian oleh Mgr. Julius Kardinal di Gereja St. Matius Rasul, Bintaro. Keesok-harinya para Imam baru KAJ mengadakan misa perdana di Wisma Cempaka dan sebagai ucapan selamat Pater Rektor memberikan kenang-kenangan berupa Iura Stollae pertama kepada para imam baru.

17 Agustus 2007

Bangun..Bangun...Bangun... Dengan mata yang masih 5 watt para frater mulai bersepeda ria dengan rute wisma, monas, Patung Manusia Api (dekat Blok M), lalu kembali ke bunderan H I, dilanjutkan ke Patung P. Dipenegoro, diakhiri kembali ke Wisma melewati Jalan Percetakan Negara. Selain itu pada malam harinya acara 17-an masih berlangsung karena kita mengadakan misa kreatifitas yang diisi dengan pembacaan teks Proklamasi oleh Fr. Atmojo dan pembacaan puisi oleh Fr. Nugroho. Sekali Merdeka tetap Merdeka!

24 Agustus 2007

hari ini, para frater menghadiri penjubahan adik-adik kami di Wisma Puruhita yang dipimpin Rm. Simon, Pr yang didampingi oleh Rm. Yoko, SJ dan Rm. Sarto, SJ. Dalam kotbahnya Rm. Simon berpesan bahwa tahun Rohani merupakan tahun penting karena merupakan basis bagi perkembangan panggilan seorang calon imam dan imam.

7 September 2007

Jumatan ini sedikit istimewa karena selain kami anggota komunitas Seminari Yohanes Paulus II berkumpul dan bergembira bersama, kami pada kesempatan ini melepas kedua pastur kami tercinta yang mendapat tugas baru. Rm. Sarto, SJ akan bertugas di Paroki St. Servatius, Kampung Sawah dan Rm. Adi, Pr akan bertugas di Paroki Keluarga Kudus, Pasar Minggu. Romo, jangan lupakan kami ya!

Puisi: Hanyalah Permainan

Hanyalah Permainan

Hey kawan, tahukah anda makna warna putih

Ya betul itu, kemurnian

Sekali lagi benar! Itu warna kemurnian

Tapi apakah itu benar-benar murni

Pernahkah kita berfikir bahwa putih itu kebrutalan

Karena dia dengan serakah mengusir semua warna agar dia berjaya

Hey jangan marah dahulu, tenang!

Jangan seperti si ‘Putih’ yang marah

ketika kawannya datang dan memberi goresan warna di dalam dirinya

atau hanya sekedar berjalan bersama

Coba kau lihat betapa marah dirinya ketika ada warna lain dalam dirinya

Seringkali kita dengar tangisanya dan rintihannya “aku sudah tidak murni lagi”

Hey teman, coba kau renungkan arti murni

Bukankah murni sama dengan ego kita

Sadarkah bahwa dengan kata itu kita tidak mau beriringan dengan orang lain

“Saya masih murni, saya masih bersih dan putih”

Setiap orang berteriak dan seperti paduan suara mengatakan hal yang sama

Jadi sekarang siapakah yang murni atau siapakah yang putih

Aku, kau, dia atau mereka

atau hanya ego kita semata

ya, semua itu hanya permainan belaka

Kawan, seorang Sahabat berkata pada saya

“Aku hadir untuk setiap orang dan berjalan bersama mereka

hijau, merah, kuning dan semua warna tanpa kecuali

kami berbaur, bersatu dan bahkan menyatu.

Orang mungkin melihat kami kelam, hitam atau hanya bayang-bayang belaka.

Tapi dalam kemuliaan Bapa-Ku

Kami bukanlah kelam tapi cahaya putih yang bersinar

Yang menyinari dunia dari kegelapan.”

Jadi....

Apakah engkau masih berkeras hati

Bahwa putih itu murni

Aku tegaskan sekali lagi

Itu hanyalah permainan kata-kata

Nugroho Saputro

(Cempaka, 4 September 2007)

06 September 2007

Sebuah Kelakar: lagu perpisahan untuk Rm. Sarto dan Rm. Adi

Kunjungi temanseperjalanan.blogspot.com
Tepat pada malam ini, kami komunitas Seminari Tinggi Yohanes Paulus II mengadakan acara perpisahan dengan Rm. Sarto dan Rm. Adi di Wisma Puruhita. Wisma Cempaka Timur menyumbangkan sebuah lagu nyanyian pantun di bawah ini sebagai tanda ucapan terima kasih atas segala jerih payah yang telah disumbangkan oleh mereka berdua.
Rm. Sarto akan bertugas di Paroki Kampung Sawah sebagai tempat yang baru.
Rm. Adi Prasojo akan bertugas di Paroki Pasar Minggu...
Adios,

REFREN:
Ayo romo jangan marah pada beta
Beta cuma, cuma-cuma hibur romo
Ayo romo jangan marah pada beta
Bercanda itu sudah biasa

1
Situ gunung di sini gunung
di tengah-tengah hutan berakar
Daripada diam termenung
Marilah kita mulai berklakar

Ada Sinyo mandi di kali
Yang satu ini si murah hati
Saat tertawa imut sekali
Siapa tak kenal si Romo Adi

2
Dari gosip Ibu Pamela
Sampai lirikan maut si Indri
Saat kupikir geleng kepala
Kadang si romo saru sekali

pelan pelan kita berbisik
bicara fisik dia terusik
tidak seseksi si dewi persik
perut menonjol sering sok asik

3
jalan jalan beli srikaya
tiadalah lupa beli serabi
romo adi hatinya kaya
nasehat bijak seperti nabi

sakit perut pakailah aji
ketika lapar perut teruji
siapalah cepat sinyo dipuji
martabak telor siap tersaji

refren-interlude

4
Kali ini si Romo Sarto
Si wajah tenang berambut putih
Dari belakang kupikir Parto
Gayanya setuju lucu sekali...ya,ya,ya.

Pergi pagi bercelana jengki
memimpin retret jam terbang tinggi
Kadanglah kesal setengah mati
Frater di rumah hilang kendali

5
lihat-lihat si romo tua
pergi berdua bercanda tawa
kalau kita ke kampung sawah
janganlah lupa membawa buah

Tentang romo tak slalu jelek
Kalau lah marah mata kan melek
Siapa bilang tak injak bumi
Sifat ramahnya teladan kami

lagu PENUTUP
Kalaulah kesal, bawalah mati
yang penting jangan masuk di hati
Romo berdua lekat di hati
Pergilah, kami setia menanti

refren 2x
selesai


Pengasuh.

28 Agustus 2007

Keuskupan Agung Jakarta

Keuskupan Agung Jakarta

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Keuskupan Agung Jakarta adalah wilayah formal Gereja Katolik Roma yang tertua di Indonesia, dimulai dengan dengan status Prefektur Apostolik tahun 1807. Secara resmi prefektur apostolik ditingkatkan menjadi Vikariat Apostolik Batavia pada tanggal 3 April 1842 yang meliputi seluruh wilayah Hindia Belanda dengan Vikaris Apostolik pertamanya Mgr. I. Groff. Pada periode 1855 hingga 1948 wilayah Vikariat Apostolik Batavia semakin menyempit dengan didirikannya berbagai vikariat apostolik yang baru di luar Jawa dan di pulau Jawa sendiri. Seiring kemerdekaan Indonesia, pada 7 Februari 1950 nama Vikariat Apostolik Batavia diubah menjadi Vikariat Apostolik Djakarta. Status Vikariat Apostolik kemudian ditingkatkan menjadi Keuskupan Agung Djakarta pada tanggal 3 Januari 1961 dengan 2 keuskupan sufragan yaitu: Keuskupan Sufragan Bandung dan Keuskupan Sufragan Bogor. Sesuai dengan perubahan ejaan bahasa, nama Keuskupan Agung Djakarta diubah menjadi Keuskupan Agung Jakarta pada tanggal 22 Agustus 1973

Sejarah

Di Museum Nasional Jakarta disimpan sebuah batu besar yang awalnya ditanam di pantai Sunda Kelapa. Batu berpahatkan tanda salib bertahunkan 1522 ini adalah peringatan hubungan antara pelayaran Portugis dan kerajaan Pajajaran. Ini adalah tanda awal hadirnya Katolik di Jakarta kini.

Kemudian saat VOC berkuasa, 1619 hingga 1792, semua kegiatan Katolik dilarang, dan para imam Katolik juga dilarang untuk berkarya di wilayah kekuasaan VOC di Batavia, bahkan seorang Jesuit Egidius d'Abreu, S.J. dibunuh pada tahun 1624. Kegiatan Katolik hanya diijinkan di luar tembok Batavia bagi orang-orang keturunan Portugis dengan didirikannya Gereja Portugis di luar kota pada tahun 1696, kini menjadi Gereja Sion di Jl. P. Jayakarta. Keturunan Portugis ini juga diberi lahan bertani di daerah yang kini disebut daerah Tugu. Pada abad ke-18 ini VOC membebaskan imam-imam Katolik untuk singgah di Batavia untuk melayani umat-umat, baik yang keturunan Portugis maupun juga pegawai VOC. Pada masa Daendels barulah umat Katolik diijinkan untuk merayakan misa secara terbuka, pada tahun 1808. Daendels juga memberikan Gereja Katolik resmi pertama di Batavia pada tahun 1810 bertempat di Gang Kenanga Utara, daerah Senen sekarang. Gereja perdana ini sudah dibongkar pada tahun 1989. Pada tahun 1830 Gubernur Jendral Du Bus de Ghisignies menghibahkan tempat kediaman komandan tentara dan wakil gubernur jendral kepada Prefektur Apostolik Batavia. Di lahan inilah kini berdiri Gereja Katedral Jakarta.

Pada tahun 1856 suster-suster Ursulin mendirikan biara susteran pertama 'Groot Kloster' di Batavia di Jl Juanda dilanjutkan biara keduanya 'Klein Klooster' di Jl Pos pada tahun 1859 diikuti biara-biara Ursulin lain di daerah Jatinegara dan Kramat. Suster-suster dari Carolus Borromeus membuka Rumah Sakit Sint Carolus pada tahun 1919. Saat-saat awal tersebut imam-imam Jesuitlah yang menyelenggarakan karya pastoral di wilayah Batavia baru kemudian dibantu oleh imam-imam Fransiskan pada tahun 1929 dan imam-imam dari Misionaris Hati Kudus (MSC]] tahun 1932. Dalam bidang pendidikan, imam-imam Yesuit mendirikan Perkumpulan Strada tahun 1924. Sekolah pertamanya dibuka tahun itu juga di daerah Gunung Sahari. Pada tahun 1927 Perkumpulan Strada mendirikan sekolah menengah berasrama di Menteng yang kemudian menjadi Kolese Kanisius pada tahun 1932.

Pada masa pendudukan Jepang, Vikaris Apostolik Batavia saat itu Mgr. P. Willekens S.J. mengusahakan agar rumah sakit dan sekolah-sekolah Katolik untuk tetap beroperasi dan tetap melayani umat Katolik di masa sulit tersebut.

Setelah Indonesia merdeka, Gereja Katolik mulai berkembang kembali. Jumlah umat semakin bertambah, demikian juga dengan jumlah paroki. Paroki Mangga Besar didirikan tahun 1946, paroki di Jl. Malang tahun 1948, paroki Tangerang tahun 1948]]. Bila pada 1950 baru ada 12 paroki, pada tahun 1960 sudah terdapat 16 paroki, pada tahun 1970 terdapat 23 paroki, pada tahun 1980 terdapat 34 paroki, pada tahun 1988 terdapat 39 paroki, pada tahun 1990 terdapat 40 paroki, dan pada 2002 sudah terdapat 53 paroki dengan 411.036 orang umat yang dilayani oleh 277 imam.

Uskup

Daftar para imam diosesan KAJ sampai tahun 2006

Daftar para imam diosesan ini disusun berdasarkan tanggal dan tahun tahbisan.

Nama

Lahir

Masuk

Tahbisan

Wafat

Dimissus

Soerjo Moerdjito

03-03-1922

(Mei) 1947

22-12-2001

1957

Pan Liang Ching (inkardinasi)

1925

1952

1984

Sutopanitro, Stanislaus

16-05-1934

02-07-1963

Marius Maryatmadja

--

12-9-1971

3-10-1972

Witdarmono, H.

--

1973

1986

Wiyanto Harjopranoto, Y.

07-04-1942

25-01-1978

2003

Bambang Wiryowardoyo, L.

26-08-1946

25-01-1978

Widianto, Alexius

17-07-1953

25-01-1980

Nong, Silvester (inkardinasi)

04-08-1948

07-08-1981

Setya Gunawan, Alphonsus

02-08-1955

1977

29-06-1982

Jimmy Lingga, L

--

1977

29-06-1982

1985

Eko Susanto, P.

07-04-1958

1977

04-07-1984

1998

Kunarwoko

10-05-1957

1977

04-07-1984

2003

Hadiwijoyo, Martinus

26-02-1947

1981

04-07-1984

Tarigan, Jacobus

01-06-1955

1982

04-07-1984

Pranataseputra, F.X (inkardinasi)

05-11-1943

1981

04-07-1984

Rudy Gunawan, Y.

--

1978

15-08-1985

1987

Talinau Doy, FX (inkardninasi)

03-01-1943

1981

15-08-1986

Purbo Tamtomo, Yohanes

06-05-1959

1979

15-08-1986

Ndito Martawi, Y.

05-05-1957

1979

15-08-1986

Murdjanto Rohadi

15-05-1958

1979

15-08-1986

Widayat, E.

25-12-1957

1978

15-08-1986

2001

Subagyo, Y. Debrito

12-07-1960

1980

14-08-1987

Imam Subagyo, Y.

10-05-1959

1980

14-08-1987

2002

Yus Noron, Aloysius

22-06-1959

1980

15-08-1988

Roy Djakarya, Stefanus

03-05-1959

1981

15-08-1988

Djangoen, Louis M.

--

1980

15-08-1988

1991

Budi Agus Setyawan, A.

10-08-1960

1981

15-08-1988

2002

Gunawan Tjahja, Petrus

10-10-1962

1983

15-08-1991

Krismanto, A.

22-12-1962

1981

17-01-1991

1998

Sulistiadi, Yustinus

14-04-1964

1983

15-08-1991

Tunjung Kesuma, Petrus K.

19-05-1963

1983

15-08-1991

Yudho Warsiki, A.

24-07-1960

1982

15-08-1991

1994

Hadi Suryono, Yohanes

16-05-1963

1983

18-08-1992

Lily Tjahjadi, Simon Petrus

13-06-1963

1984

18-08-1992

Kuswardianto, F.

02-06-1964

1984

18-08-1992

Chandra Sutedja, Paulus

--

1985

1993

1994

Indra Cahyana, Ph.

--

1985

1993

1996

Bintoro, Yoseph Maria

1967

1987

15-08-1996

Susilo Wijoyo, Aloysius

11-02-1968

1987

15-08-1996

Adji Prabowo, Antonius P.

1960

1990

15-08-1997

Hardijantan Dermawan

20-05-1967

1987

15-08-1998

Ari Darmawan, Benedictus

16-04-1968

1988

15-08-1998

Pangestu, Samuel

05-11-1961

1992

16-08-1999

Rony Kusnadi, Y.

1964

1989

16-08-1999

Hadi Nugroho, Aloysius

1967

1988

16-08-1999

Rudy Hartono, V.

08-11-1969

1990

16-08-1999

Sridanto Aribowo, Hieronimus

02-10-1969

1990

16-08-1999

Harry Liong

14-01-1969

1989

16-08-1999

Suherman. FX

18-07-1969

1990

16-08-1999

Didit Soepartono, Antonius

15-08-1970

1991

15-08-2000

Ardianto, Yustinus

09-05-1974

1992

15-08-2001

Ferdinand, Johan

1973

1992

26-11-2002

Suyadi, Antonius

08-05-1970

13-08-2004

Andi Gunardi, Adrianus

17-09-1975

13-08-2004

Adi Prasojo, Vincentius

19-07-1978

15-08-2005

Ari Dianto, Albertus

03-01-1979

1997

15-08-2006

Yoseph Ferry Susanto

23-03-1977

1997

15-08-2006

Carolus Putranto T.H.

13-05-1975

1995

15-08-2006

Suhardi Antara, Antonius

13-04-1972

1997

15-08-2006