07 Agustus 2007

Dekrit “Presbyterorum Ordinis”

Dekrit “Presbyterorum Ordinis”
tentang Pelayanan

dan Kehidupan Para Imam

Dokumen Konsili Vatikan II

Pendahuluan

Para imam, berkat tahbisan dan perutusan yang diterima dari Para Uskup, diangkat untuk melayani Kristus, Guru, Imam, dan Raja. Mereka ikut menunaikan pelayanan-Nya, yang bagi Gereja merupakan upaya untuk tiada hentinya dibangun di dunia ini menjadi umat Allah, Tubuh Kristus, dan Kenisah Roh Kudus. Oleh karena itu, supaya dalam situasi pastoral dan manusiawi yang sering sekali mengalami perubahan yang mendalam, pelayan mereka tetap berlangsung secara lebih efektif, dan kehidupan mereka lebih terpelihara, Konsili Suci menyatakan dan memutuskan hal-hal pokok berkaitan dengan kehidupan para imam.

Bab I

Imamat dalam Perutusan Gereja

Prinsip utamanya adalah bahwa Yesus–yang diutus Bapa, dikuduskan dan diutus ke dunia (Yoh. 10:36)—mengikut-sertakan seluruh Tubuh Mistik-Nya dalam pengurapan Roh yang telah diterima-Nya sendiri. Dalam diri-Nya, semua orang beriman menjadi Imamat kudus dan rajawi: mempersembahkan korban, mewartakan kekuatan-Nya, dan memanggil yang berada dalam kegelapan menuju cahaya-Nya. Di sini, semua anggota berperan dalam perutusan seluruh Tubuh. Maksudnya adalah bahwa umat beriman berpadu dalam satu Tubuh dan dalamnya, mereka memiliki tugas yang tak sama, tetapi khas dengan potensi dan rahmat terberi dari mereka masing-masing.

Lalu, agar mereka yang beragam dapat bersatu dalam Tubuh-Nya, Tuhan menganggat beberapa orang dari jemaat untuk menjadi pelayan bagi para anggota. Mereka itu memiliki kuasa Tahbisan Suci untuk mempersembahkan korban, mengampuni dosa, dan dalam nama Kristus, secara resmi, menunaikan tugas imamat bagi orang banyak. Kristus mengutus Para rasul. Kemudian, Kristus mengikutsertakan para pengganti para rasul, yakni para Uskup, dalam pentakdisan serta tugas perutusan-Nya.

Tugas Uskup ini bersifat hirarkis dan dibantu oleh para imam yang sesudah tahbisan imamat menjadi rekan kerja para uskup. Mengingat bahwa fungsi para imam terikat pada para uskup, fungsi mereka itu tetap menyandang kewibawaan Kristus, untuk membangun, menguduskan, dan membimbing Tubuh-Nya.

Karena imam—dengan cara mereka sendiri—ikut mengemban tugas para rasul, merkea dikaruniai Rahmat oleh Allah, untuk menjadi pelayan Kristus di tengah dunia sebagai bentuk persembahan diri: persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan pada Allah (Rom. 12:1). Oleh karena itu, tujuan utama hidup mereka adalah kemuliaan Allah Bapa dalam Kristus melalui pelayanan maupun hidup mereka. Kemuliaan itu tercapai jika dengan sadar, bebas, dan penuh syukur, menerima karya Allah yang terlaksana dalam Kristus, dan menampakkan itu melalui seluruh hidup mereka (luangkan waktu untuk doa, mewartakan sabda, mempersembahkan perayaan ekaristi, melayani sesama).

Para imam itu dipilih dari antara manusia dan ditetapkan untuk manusia. Mereka takkan mampu menjadi pelayan Kristus seandainya mereka tak menjadi saksi dan pembagi kehidupan lain dari pada hidup di dunia ini. Tetapi, mereka juga tak akan mampu melayani sesama jika mereka tetap asing terhadap situasi konkrit sesama mereka. Harapannya adalah bahwa mereka tak terlarut dalam arus dunia ini, tetapi hidup di tengah-tengahnya dan menyatukan segenap jemaat dalam kesatuan dalam Kristus. Maka, agar harapan itu terwujud, pentinglah perwujudan dari keutamaan-keutamaan hidup, seperti kebaikan, kejujuran, keteguhan hati dan ketabahan, mengutamkan keadilan, dan sopan santun (Flp. 4:8).

Bab II

Pelayanan Para Imam

Fungsi imam

Sebagai rekan Uskup, para imam wajib mewartakan Injil Allah kepada semua orang sehingga banyak orang mengalami kegembiraan dalam Tuhan. Banyak orang itu tidak hanya mereka yang beriman akan Kristus, tetapi juga mereka yang belum mengenal Kristus. Agar Sabda Allah menjadi aktual dan kebenaran Injil yang kekal tampak secara nyata, para imam berusaha mengkaji permasalahan aktual dan kontekstual manusia dalam terang Kristus. Dalam pewartaan Sabda Allah ini, para imam hendaknya tiada hentinya mengajak semua orang bertobat dan menuju pada kesucian.

Agar selalu terarah pada kesucian dan mengarahkan semua orang pada kesucian, para imam ditakdiskan oleh Allah. Secara lebih konkrit, kesucian itu diwujudkan pertama-tama dalam penghayatan para imam akan Imamat Kristus; menjadi pelayan-Nya dalam merayakan ekaristi. Karya pelayanan para imam semakin konkrit dalam pelayanan-pelayanan sakramen, seperti tobat dan pengurapan orang sakit.

Akan tetapi, semua pelayanan sakramen itu tetap terpusat dalam Perjamuan Ekaristi yang merupakan pusat jemaat beriman. Tuntutan bagi para imam adalah mengajar umat untuk berpartisipasi dalam perayaan Litugi Suci sehingga umat dapat mengalami doa secara tulus—mencapai kesempurnaan—dan mengaplikasikannya dalam kehidupan harian mereka. Kemampuan mengajar ini mengandaikan bahwa para imam memiliki (atau mengembangkan) pengetahuan dan kesenian Liturgi.

Selain sebagai pengajar, para imam juga merupakan pemimpin umat Allah yang mengambil bagian dalam kewibawaan Kristus sebagai Kepala dan Gembala. Dalam membangun Gereja, para imam sangat perlu bergaul dengan semua orang dengan penuh perikemanusiaan. Di sini tampak bahwa para imam menjadi teladan sekaligus pembina iman bagi jemaat.

Tugas Gembala ini tak terbatas pada reksa pastoral terhadap kaum beriman secara personal, tetapi juga untuk membina jemaat Kristen sejati. Akhirnya, pembinaan jemaat itu kembali berpusat pada perayaan ekaristi dan menyatakan perayaan syukur itu dalam cinta kasih, usaha saling membantu, kegiatan misi, dan beragam kesaksian Kristiani. Dan, realisasi syukur dari perayaan ekaristi ini bukan hanya milik para imam, tetapi juga seluruh umat beriman.

Hubungan Para Imam dengan sesama

Para uskup—dalam tahbisan suci—memandang para imam menjadi pembantu dan penasihat dalam pelayanan dan tugas mengajar, menguduskan, dan menggembalakan umat. Oleh karena itu, hendaknya para imam memperhatikan kesejahteraan para imam dalam hal jasmani dan rohani; dan juga memberikan pembinaan terhadap mereka terus-menerus.

Dalam berkat tahbisan, semua imam bersatu dalam persaudaraan sakramental, khususnya dalam satu keuskupan (PO 8). Dalam tugas yang beragam, para imam berorientasi pada satu imamat untuk pengabdian kepada sesama. Para imam bekerja sama hanya demi satu tujuan, yakni pembangunan Tubuh Kristus dalam konteksualisasinya di tiap zaman dan tempat.

Berkat tahbisan mengantarkan para imam untuk saling menghargai, baik imam yunior kepada imam senior ataupun sebaliknya. Dalam kesadaran ini, jelaslah ingin dipupuk rasa persaudaraan antar-imam. Dan, pertemuan bersama menjadi sarana untuk menyegarkan jiwa dan mengenang sabda Tuhan: “Marilah ke tempat sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahat sejenak” (Mrk. 6:31) Forum macam juga menjadi momen untuk mengembangkan berbagai aspek kehidupan para imam dan mengurangi bahaya-bahaya hidup imamat, seperti kesepian.

Dalam berelasi dengan awam, imam berperan sebagai pemimpin umat yang semata-mata mencari kepentingan Kristus semata dengan bekerja sama dengan awam sendiri. Para imam juga mengakui dan mendukung martabat kaum awam serta tugas perutusan yang diperuntukkan bagi mereka. Imam juga diharapkan menjadi pendengar yang baik dalam berbagai hal yang dialami kaum awam. Akhirnya, para imam mengantarkan kaum awam—dengan berbagai keaneka-ragamannya—pada kesatuan cinta kasih. Salah satu caranya adalah dengan mengunjungi umat dan pelayanan sakramen. Selain itu, umat beriman pun hendaknya turut merasakan keprihatianan para gembala mereka dan membantu untuk mengatasi kesukaran-kesukaran yang dihadapi oleh para gembala (PO 9).

Peyebaran Para Imam dan Panggilan-Panggilan Imam

Tugas perutusan para imam—dalam berkat tahbisan—adalah sebuah misi keselamatan yang luas dan universal. Dan, para imam hendaknya siap untuk menerima tugas perutusan ke berbagai tempat, entah dalam satu diosis ataupun diosis lain. Memang, dalam perutusan para imam—khususnya dalam daerah misi yang baru, hendaknya para imam diutus sekurang-kurangnya berdua atau bertiga agar dapat saling membantu. (PO 10)

Tak terlupa, dalam tugas perutusannya, para imam menjalankan misi Kristus dalam penghayatan penuh akan pelayanan sabda dan kesaksian hidup mereka sendiri. Sehingga, dalam pengabdiannya, umat semakin menyadari betapa perlunya imamat dan keluhurannya. Kemudian, hal tersebut akan menarik para pemuda untuk melirik jalan panggilan menjadi imam. Di sinilah, Allah bekerja dan memanggil para pemuda untuk mengikuti-Nya. Dan, para imamlah yang membantu mereka yang terpanggil dengan berbagai bimbingan yang mendukung. (PO 11)

Bab III

Kehidupan Para Imam

Panggilan Para Imam untuk Kesempurnaan

Dalam Sakramen Tahbisan suci, para imam dijadikan secitra dengan Kristus untuk membangun Gereja. Dengan kesadaran macam itu, para imam wajib mencapai kesempurnaan seperti Bapa di surga sempurna adanya (Mat 5: 48). Oleh karena itu, para imam, dengan caranya sendiri, membawa Pribadi Kristus agar dengan berbakti dan melayani jemaat yang dipercayakan, mereka semakin menuju kesempurnaan Kristus. Usaha para imam ini tetap disadari dalam rangka bantuan dan kerja sama dari Roh Kudus. (PO 12)

Dalam mengupayakan kesempurnaan dan kesucian, para imam memberikan beragam bentuk pelayanan yang sarat makna. Dalam pelayanan sakramen ekaristi, para imam menghadirkan Kristus yang berkorban demi pengudusan manusia. Dalam pelayanan sakramen lainnya, para imam menyatukan diri dalam cinta Kristus. Tampak kesadaran untuk siap sedia melayani. Dalam mendoakan Ibadat Harian, apra imam menyuarakan maksud Gereja. Dan, dalam pelayanan mereka, para imam sehati dan seperasaan dengan jemaat mereka.

Agar para imam dapat mewujudkan keutuhan hidup secara konkrit, para imam hendaknya mempertimbangkan segala usaha mereka dengan menilai apakah tindkana mereka diletakkan dalam kerangka kehendak Allah dan nilai Injili. Kekuatannya adalah pada cinta kasih kegembalaan yang dimiliki. Hal itulah yang selalu memotivasi para imam untuk bersekutu dengan Uskup dan para imam dalam pelayanan mereka.

Tuntutan-Tuntutan Rohani yang Khas dalam Kehidupan Imam

Dalam berbagai keutamaan yang perlu diperjuangkan para imam, ada dua hal yang penting, yakni sikap kerendah-hatian dan ketaatan. Hal ini disadari karena mengingat bahwa pelayanan Gereja dilaksanakan dalam persekutuan hirarkis yang menuntut ketaatan. Dalam semangat kerendah-hatian dan ketaatan yang sukarela dan penuh tanggung jawab, para imam menjadi secitra dengan Kristus yang taat pada Bapa-Nya.(PO 15)

Selain itu, keutamaan yang diterima dan dihargai sebagai karunia adalah selibat. Selibat ini merupakan lambang dan dorongan bagi cinta kasih kegembalaan. Selibat ini merupakan buah dari tradisi yang berkembang di Gereja Purba dan tradisi Gereja Timur. Akan tetapi, lebih dari sekedar tradisi, selibat dimaknai sebagai partisipasi dalam imamat Kristus. Selibat merupakan anugerah yang tetap dimohonkan oleh para imama dan Gereja agar para imam yang menghayatinya dapat setia menghidupinya. (PO 16)

Yang perlu dikembangkan pula oleh para imam adalah sikap terhadap harta duniawi. Dalam kebabasan dan keterbukaan terhadap dunia, para imam perlu mengembangkan sikap penegasan rohani atas dunia. Perutusan Gereja memang dalam dunia tetapi para imam tidak menjadi larut dalam dunia. Oleh karena itu, para imam diundang untuk hidup dalam kemiskinan sukarela. Kemiskinan ini juga merupakan usaha untuk semakin merasakan betapa baiknya Tuhan kepada utusan-Nya. (PO 17)

Upaya-upaya yang Mendukung Kehidupan Para Imam

Ada beberapa hal yang mendukung hidup para imam. Point-pointnya adalah sebagai berikut

· Pengembangan hidup rohani

Dua kekuatan rohani yang mendukung hidup para imam adalah Kitab Suci dan Perayaan Ekaristi. Dalam kedua hal tersebut, seluruh pelayanan dan hidup para imam termaktub dalamnya. Dari penghayatan Sabda Allah dan Korban-Nya, para imam dapat semakin peka akan Allah yang menyapa dan bersabda. (PO 18)

· Pengembangan studi dan ilmu pastoral

Fokus pengembangan studi para imam adalah tidak hanya mempelajari Kitab Suci, tetapi juga mempelajari ajaran para Bapa Gereja, Pujangga Gereja, pustaka tradisi, dan dokumen magisterium Gereja. Setelah mempelajari hal dasariah ini, para imam pun mempelajari cara mewartakan Injil dan merasul dalam kursus atau studi pastoral dengan pembimbing yang cakap.

· Balas jasa yang wajar bagi para imam

Dalam pelayanan para imam, hendaknya para umat juga mempertimbangkan kesejahteraan hidup para imamnya. Balas jasa atas pelayanan imam diperhitungkan dengan jenis sifat tugasnya dan pertimbangan situasi setempat. Dalam pelayanan kepada orang miskin—misi utama Gereja—para imam dapat menerima balas jasa berupa liburan yang diberikan oleh uskup setempat. Akan tetapi, hal penting yang perlu diingat adalah bahwa pelayanan para imam semata dan pertama-tama tertuju pada pelayanan rohani dan tujuan rohani.

· Pembentukan kas umum dan jaminan sosial bagi para imam

Hendaknya di tiap keuskupan dibentuk kas umum agar para uskup dapat memenuhi kewajiban bagi mereka yang berjasa bagi Gereja sekaligus mencukupi kebutuhan keuskupan; juga menjadi sarana subsidi silang antar-keuskupan. Hal ini juga ditujukan bagi jaminan sosial para imam yang sakit dan tua. Di sini, para imam membantu kehidupan yayasan tersebut sekaligus pada saatnya, mereka turut menjadi bagian yang dilayani dalam yayasan tersebut.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Kedengarannya bagus, saya suka membaca blog Anda, hanya ditambahkan ke favorit saya;).